Breaking News
Loading...

Info Post
Penanganan limbah yang lain adalah dengan penerapan teknologi bio gas dengan bahan kotoran sapi. Pembuatan bio gas merupakan usaha multiguna, yaitu:
  • Bio gas merupakan sumber energi alternatif untuk memasak dan penerangan
  • Sludge, sisa produk dari bio gas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk atau secara langsung dapat meningkatkan produksi pertanian dan perikanan
  • Secara tidak langsung dapat membantu mengatasi pencemaran lingkungan.
Kotoran sapi potong apabila mengealami proses fermentasi anaerob (tanpa udara) akan mengasilkan bio gas. Komponen penyusun bio gas, didominasi oleh gas methan atau CH4 (60-70)%, CO2(20-30)%, H2S dan lain-lain. Gas methan (CH4) dapat berfungsi sebgai sumber energi non konvensional, karena dapat digunakan sebagi bahan bakar untuk memasak dan penerangan. Bio gas dapat diproduksi secara optimal apabila persyaratan untuk proses fermentasi anaerob berada pada lingkungan yang kondusif, baik secara internal internal (biotis) dan eksternal (a-biotis) yang terlibat dalam rangkaian proses fermentasi, terutama bakteri penghasil gas methan, sedangkan faktor lingkungan a-biotis yang berpengaruh adalah:
  • Rasio C/N dari bahan baku (substrat).  Yang termasuk substrat adalah kotoran sapi potong. Rasio C?N yang ideal untuk proses fermentasi adalah 25-30. Unsur C (karbon) diperoleh dari karbohidrat, lmak dan asam organik, sedangkan unsur N dipenuhi dari protein, amonia dan nitrat. Kotoran sapi potong (yang pakannya mengandung konsentrat dan hijauan) biasanya mempunyai C/N kurang lebih 18, sehingga bila ditambah sampah daun-daunan, C/N dapat meningkat menjadi 25-30. Hijauan berserat (misalnya jerami), C?N dapat mencapai lebih dari 60, sehingga proses fermentasi tidak dapat  berlangsung optimal atau produksi gas bio rendah. Unsur N digunakan untuk pertumbuhan bakteri penghasil CH4 (methan) dan unsur C untuk pembentukkan gas  methan.
  • Kadar bahan kering. Bakteri penghasil gas methan mempunyai kapasitas kebutuhan air tertentu agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, yaitu dengan bahan kering substrat 7-9%. Oleh karena itu, kotoran ternak harus dicampur dengan air dan diaduk sampai terlihat seperti bubur cair.
  • Temperatur lingkungan dalam unit pencerna(digester). Toleransi untuk fermentasi anaerob berlangsung pada kisaran 5-55 C, tetapi yang ideal adalah kurang lebih 30-32 C, sehingga produksi bio gas pada siang hari lebih tinggi daripada malam hari.
  • Metabolit toksik. Untuk aktivitas mikroba, kehadiran metabolit toksik akan mengahmbat perkembangan mikroba. Metabolit yang perlu dihindari adalah : residu pestisida, logamberat dan lain-lain. Dihindari kemungkinan masuknya air sabun ke dalam digester.
  • Aerasi. Prose fermentasi yang berlangsung terjadi secara anaerob, sehingga keberadaan oksigen (O2) perlu dicegah.
Dari semua faktor baik biotis maupun abiotis yang berpengaruh, ada tiga faktor utama yang sangat menentukan  dilapangan, yaitu:
  • Keberadaan miktoba
  • kadar air substrat
  • rasio C/N dari substrat, sedangkan faktor lain pada umumnya mudah dimanipulasi atau kondisinya di daeraah tropis memang sudah sesuai persyaratan. Untuk mempercepat proses fermentasi anaerob, pada awal proses pembuatan dapat ditambah starter atau inokulum yang berasal dari substrat gas bio yang sudah berproduksi.
Aplikasi dilapangan, ternyata proses fermentasi yang terjadi di unit pencerna (digester) dapat menghasilkan bio gas yang dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, setiap ekor sapi potong dewasa dengan pakan konsentrat  dan hijauan, kotoran(feses) nya menghasilkan bio gas untuk memasak selama 0,5-1 jam. Seandaianya setiap hari diperlukan bahan bakar selama 2-3 jam, maka jumlah sapi yang harus dipelihara adalah 4-6 ekor.

Secara teoritis, teknologi bio gas mudah dilaksanakan pada usaha sapi potong, tetapi kendala yang perlu diatasi adalah:
  • Pembuatan digester masih relatif mahal
  • Dari segi operasional, perlu penanganan dan perawatan yang intensif
  • Belum semua peternak menguasai secar benar teknologi pembuatan bio gas.