Populasi penduduk di Indonesia
terbesar keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat.
Jumlah penduduk yang tinggi diikuti pula dengan meningkatnya konsumsi
daging sapi di tanah air terutama ketika hari raya tiba. Untuk memenuhi permintaan pasar yang kian melonjak, usaha peternakan sapi skala rumah
tangga patut untuk dikembangkan. Upaya yang dinilai mampu memberi
kontribusi berarti bagi roda perekonomian bangsa itu juga disinyalir
bermanfaat bagi perwujudan swasembada daging sapi di tanah air.
Program usaha ternak skala rumahan terbukti membawa perubahan yang signifikan terutama bagi peternak. Program ternak rumah tangga yang ada di area Sumatra Barat (Sumbar) misalnya. Di sana, bisnis ternak sapi potong skala rumah
tangga telah marak digerakkan. Dengan cara konvensional, peternak sapi
potong kelas rumahan itu mampu mengembangkan usahanya dengan keuntungan
yang memadai.
Sistem budi daya ternak sapi berskala rumah
tangga ini sudah lama diterapkan di kota Sawahlunto, Sumbar, tepatnya
sejak tahun 2003 lalu. Menurut pandangan Pemerintah Kota (pemkot)
Sawahlunto, penerapan sistem ini tak hanya mendorong laju pertumbuhan
produksi sapi potong dalam negeri tapi juga memberi pendapatan hingga
berlipat ganda kepada peternak kecil sebagai mata pencariannya.
Usaha ternak sapi potong kelas
rumahan sangat ekonomis, baik dari sisi biaya pemeliharaan maupun biaya
pembuatan kandang. Karena skalanya kecil, pembuatan kandangnya pun
biasanya berbentuk tunggal. Meski demikian, untuk memeroleh kualitas
sapi potong yang bagus, ukuran kandang usaha sapi potong rumah
tangga tak jauh berbeda dengan ukuran kandang untuk pembudidayaan sapi
komersiil dalam skala besar. Begitu pula untuk masalah pakan ternak dan
proses pemeliharaan sapi potong.
Para peternak sapi potong kelas
rumahan diberi pelatihan khusus untuk mengikuti standard pemeliharaan
sapi potong skala besar. Pelatihan ini meliputi knowledge transfer
kepada peternak dalam memilih bibit sapi potong. Misalnya dari segi
bentuk badan, bibit tipe sapi potong umumnya mempunyai bentuk badan
persegi panjang atau berbentuk bulat silinder. Sementara badan bagian
muka, tengah dan belakang tumbuh sama kuat dan garis badan bagian atas
dan bawah sejajar. Dengan demikian, kualitas daging sapi potong yang
dihasilkannya sama dan layak untuk dikonsumsi dengan sapi potong dari
peternak kelas besar.
Pemberian kepercayaan dan pelatihan kepada peternak skala rumah
tangga yang dijalankan di kawasan Sawahlunto ini membuahkan hasil yang
patut dibanggakan. Dalam tempo waktu enam bulan, peternak sapi potong
kelas rumahan bisa memeroleh keuntungan sekitar Rp4 juta sampai Rp5 juta
per satu ekor sapi potong. Padahal, dalam satu rumah
tangga, sapi potong yang dibudidayakan rata-rata 2 hingga 3 ekor. Kalau
harga bibit satu ekor antara Rp6 juta – Rp7 juta, sementara setelah
dipelihara selama 6 bulan, harga sapi di pasaran meningkat antara Rp10 –
Rp11 juta, keuntungan peternak bisa mencapai Rp4 juta – Rp5 juta per
ekor. Laba ini pun bisa berlipat ganda saat hari raya keagamaan tiba,
seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan Natal.
Nah, itu baru keuntungan yang
didapat jika dilihat dari sisi profit peternak. Bila dipandang dari sisi
jumlah produksi ternak, katakanlah ada 1.000 peternak skala rumah
tangga dalam satu kawasan dengan total ternak sapi potong sebanyak 3
ekor. Dalam waktu enam bulan sesudah melewati masa pemeliharaan akan
tersedia 3.000 ekor sapi potong lokal yang siap untuk dikonsumsi.
(*/ely)
Sumber:
http://www.ciputraentrepreneurship.com
http://www.ciputraentrepreneurship.com